FOOD REVOLUTION DAY JAKARTA

Indonesia will be hosting Food Revolution Day in May 19 at Warkop Nusantara Jakarta [...]

INTERNATIONAL FOOD DAY

Aksi simpatik i-food memperingati hari pangan sedunia, 16 oktober 2011 di Bundaran Hotel Indonesia. Dalam aksi ini i-food mengajak warga jakarta untuk kembali mengkonsumsi pangan lokal dan menegakkan kedaulatan pangan[...]

Petisi Pemuda Peduli Pangan

If you are going [...]

STOP IMPOR PANGAN

I-FOOD Goes to Campus - UB Malang

Diskusi Publik dan penggaangan petisi dukungan kedaulatan pangan bersama sobat-sobat muda di kampus Universitas Brawijaya Malang.

Senin, 23 April 2012

Coming soon: Food Revolution - Jakarta

Food Revolution Day merupakan inisiatif dari Jamie Oliver. Hingga saat ini sudah lebih dari 20 negara dan 118 kota di dunia yang berpartisipasi dalam Food Revolution Day tanggal 19 Mei 2011. Inisiatif ini mucul karena di seluruh dunia, obesitas telah menjadi ancaman yang serius. Sejak 1980 jumlah penderita obesitas meningkat lebih dari dua kali lipat, dan setidaknya 2,8 juta orang dewasa di seluruh dunia meninggal setiap tahun sebagai akibat dari kelebihan berat badan atau obesitas. Sedangkan disisi lain jumlah malnutrisi dan kelaparan juga semakin meningkat. Menurut data FAO, Jumlah penderita kelaparan meningkat, menembus angka 920 juta rakyat per 2006. bahkan tahun 2009 lalu orang kelaparan dan kurang gizi mencapai 1,02 milliar. Dari jumlah tersebut 60% penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik. Di Indonesia sendiri berdasarkan data Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan pada 2010 tercatat 43.616 anak balita gizi buruk. Kenyataan tersebut menunjukkan ada yang salah dalam cara kita memproduksi pangan, pengolahan pangan dan konsumsi pangan. Masyarakat harus diajak untuk mulai berpikir tentang darimana mana makanan kita berasal dan bagaimana seharusnya diolah. Masyarakat harus sadar dan memahami pilihan makanan yang dibuat setiap hari. Hal ini dapat dimulai dengan melakukan edukasi pangan.  


Food Revolution Day - Jakarta sebagai bagian dari Food revolution Day yang terjadi di seluruh dunia pada tanggal 19 Mei adalah kesempatan bagi orang yang peduli pangan untuk datang bersama-sama untuk berbagi informasi, bakat dan sumber daya, untuk menyampaikan pengetahuan dan solusi persoalan pangan. Di Jakarta, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkonsolidasi semua orang/komunitas produsen, chef dan konsumen yang peduli terhadap isu pangan untuk bergabung dan membuat satu perubahan. Food Revolution Day adalah tentang bagaimana menghubungkan anda/komunitas anda dengan masyarakat umum melalui acara-acara di sekolah, restoran, bisnis lokal, dan pasar lokal.

By Administrator with 2 comments

Jumat, 20 April 2012

BERSIHKAN SAMPAH, TEGAKKAN KEDAULATAN PANGAN, AIR, DAN ENERGI!


Press Release Hari Bumi Internasional 2012

JAKARTA (20/4). Pada tanggal 22 April 2012 yang jatuh pada hari Minggu, kembali hari bumi akan diperingati di berbagai belahan bumi. Sebuah momentum dimana seluruh lapisan masyarakat akan diajak untuk mengerahkan segala kemampuannya untuk ikut serta melakukan aksi nyata melestarikan dan membela hak-hak bumi yang selama ini tercemar oleh tangan-tangan kotor para pencemar. Bencana alam, kelaparan, kekeringan dan lainnya tidaklah an sich disebabkan oleh alam, lebih dari itu keserakahan pemodal yang mengeksploitasi habis-habisan sumber-sumber kehidupanlah yang merupakan penyebab dominan.
 Faktanya, masih banyak permasalahan lingkungan hidup di Indonesia  yang belum terselesaikan. Mulai dari masalah yang sangat sederhana hingga yang kompleks misalnya yang terkait perilaku individu  seperti membuang sampah pada tempatnya, hingga persoalan yang berkaitan dengan otoritas Negara seperti penegakan kedaulatan pangan, penyediaan akses air bersih,  Perlindungan atas sumber daya alam dan lain sebagainya.  Di sisi lain, prosesreforestasi, penguatan kearifan lokal  dalam pengelolaan lingkungan hidup, hingga issue energi terbarukan merupakan issue-issue kritis dan urgent yang harus diselesaikan dengan suatu aksi nyata penyelamatan lingkungan meskipun hal itu  hanya dipandang sebagai persoalan sederhana.  
Menurut Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, sampah merupakan persoalan yang serius di Indonesia yang tidak hanya menjadi masalah di kota besar. Setiap orang menghasilkan sampah sebanyak 2,5 liter sampah per hari. Dengan jumlah penduduk Indonesia lebih dari 250 Juta jiwa maka dalam satu hari jumlah sampah yang dihasilkan oleh warga Indonesia adalah lebih dari 625 Juta liter per hari. Tantangan utama pengelolaan sampah di Indonesia lebih lanjut menurut Kementrian Lingkungan Hidup (KLH, 2012) adalah kesadaran publik yang masih rendah akan pengetahuan dan kesadarannya untuk mengelola sampah, fasilitas tempat pembuangan sampah di perkotaan yang minim, dan permasalahan tempat pengolahan sampah yang terbatas.
Terkait pangan, laporan FAO (2011) mencatat bahwa kelaparan penduduk dunia tahun 2010 mencapai sekitar 925 juta jiwa. Ini berarti 1 dari 6 penduduk dunia masih terjebak dalam kelaparan. Sementara di Indonesia, sekitar 29.9 juta jiwa penduduknya mengalami kelaparan diantaranya disebabkan oleh struktur kepemilikan lahan yang timpang dimana lebih banyak didominasi korporasi besar yang seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik. Badan Pertanahan Nasional (2011) mencatat setidaknya terdapat 2.791 kasus pertanahan pada tahun 2011 – ditambah dengan dua kasus pertanahan yang menimbulkan korban jiwa di Mesuji dan Bima pada akhir tahun 2011. Akibatnya, akses petani kecil terhadap produksi pangan menjadi sempit yang akhirnya berakibat pula pada akses konsumsi yang menjadi tidak terjangkau.
Perampasan sumber daya alam secara besar-besaran tanpa memperhatikan keberlanjutannya bagi generasi selanjutnya juga menjadi penyebab terjadinya kelaparan. Konflik agraria sebagai ekses dari praktek-praktek penggusuran tanah rakyat atas nama pertumbuhan ekonomi dan pembangunan untuk kepentingan umum seperti pembangunan pertanian, perkebunan, pertambangan, perumahan, jalan tol, kantor pemerintahan, cagar alam, dan pengembangan wisata telah menimbulkan korban jiwa petani dan juga kriminalisasi petani beserta nelayan dan masyarakat adat. Saat ini, pangan hanya dipandang sebagai sekadar komoditas yang diperdagangkan bukan hak yang harus dipenuhi. Hal ini makin dilanggengkan dengan praktek para spekulan dan korporasi jahat yang mulai merambah sektor pangan pada pertengahan 2008. Permasalah lain adalah akses terhadap air bersih. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dilakukan Departemen Kesehatan bahwa 24,8% rumah tangga masih tidak menggunakan fasilitas buang air besar dan masih terdapat 42,3% penduduk di Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Indikator kinerja pada tahun 2014 bidang kesehatan lingkungan yaitu tercapainya program air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan peningkatan sanitasi dasar berkualitas baik untuk 75% penduduk Indonesia (Depkes, 2009)
Adanya dorongan yang kuat dari para pemuda-pemuda, organisasi lingkungan, dan komunitas masyarakat untuk bersama-sama melakukan suatu aksi nyata sekecil apapun untuk penyelamatan lingkungan yang kontinyu atau berkelanjutan, edukatif, mendorong kearah kesadaran publik serta mendorong perubahan prilaku/sikap di masa mendatang adalah fokus utama tujuan gerakan bersama ini.
Menyikapi hal-hal sebagaimana disebutkan diatas, kami yang tergabung dalam  organisasi/komunitas-komunitas pemuda bersama-sama membentuk sebuah gerakan yang bernama #BersihkanBumi saat momentum Earth Day 2012. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, komunitas muda Green Student Movement, Global Citizen Corp, Komunitas Soulam, Bhuvana Nusantara, Sampoerna School of Education, I food, Damian Magic Academy, dan beberapa komunitas lainnya turut tergabung membentuk gerakan ini.  Kami mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menyingsingkan lengan baju dan melakukan perubahan demi menyelamatkan bumi.
Adalah merupakan tantangan ke depan untuk melakukan gerakan ini secara kontinyu di masa mendatang sehingga tujuan utama gerakan untuk menggugah kesadaran publik serta mendorong ke arah kesadaran perubahan sikap atau perilaku nyata penyelamatan lingkungan terwujud. Gerakan bersama “Bersihkan Bumi” ini akan dilakukan secara kontinyu tidak hanya saat momentum hari bumi saja.
“Bersihkan Bumi dengan Tanganmu!”

Kontak :
Tegar  (082199798422)
Detha Arya Tifada (087863631333
Siti Badriyah (Bhuvana Nusantara/Trash Rangers 081584548966)

By Administrator with No comments

RUU Pertanahan dan Nasib UUPA


Inisiatif Komisi II DPR untuk mengawal RUU Pertanahan menimbulkan pertanyaan, akan dibawa ke mana UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)? Pertanyaan itu makin menguat ketika DPR berpendapat bahwa RUU Pertanahan akan diposisikan sebagai UU baru, tanpa merevisi atau mengganti UUPA.
foto: rumahilir.or.id


Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR, Hakam Naja, UUPA mengatur tentang tanah, air, dan udara secara prinsip, yang kemudian dijabarkan dalam beberapa UU, antara lain UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU Sumber Daya Air. Karena itu, UU Pertanahan yang akan dibuat, diposisikan untuk menjabarkan UUPA lebih dalam lagi, khusus di bidang pertanahan.

RUU Pertanahan, antara lain, merancang konsep tentang kepemilikan tanah, yang sering menimbulkan persoalan di masyarakat, bahkan bisa merebak menjadi konflik yang rumit dan melibatkan banyak pihak, bahkan sampai menimbulkan amuk massa yang meminta korban jiwa. RUU itu, misalnya, akan mengatur kembali mengenai hak guna usaha (HGU) yang selama ini bisa diberikan secara tidak terbatas luasannya, sementara hak perseorangan dibatasi. Juga akan lebih didetailkan domain pemerintah daerah dalam pengelolaan tanah.
Memang, akan sulit dimengerti bagaimana ada UU baru yang mengatur masalah yang sama, tanpa mengubah undang-undang yang sudah ada. Hak-hak atas tanah, misalnya, sudah diatur dalam UUPA. Baik yang menyangkut hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pakai (HP), dan sebagainya. Kalau pengaturannya akan menguatkan, apalagi mengubah, atau setidaknya lebih memerinci, apakah mungkin tanpa menyebut UUPA? Kalau menyebut, bagaimana pertautannya?
Posisi UUPA, dengan nama UU Pokok, sudah potensial merepotkan sejak kelahirannya. Memang pada tahun 1960-an, banyak undang-undang yang menggunakan istilah UU Pokok. Selain UUPA, tahun 1957 ada UU Pokok Pemerintahan Daerah, kemudian UU 18/1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian, UU 11/1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, UU 5/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, UU 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, UU 14/1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan sebagainya.
Sampai dengan lahirnya UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak pernah muncul terminologi mengenai undang-undang pokok. Artinya, tidak mungkin satu UU berkedudukan lebih tinggi dari UU yang lain. Bahkan dalam praktik pembuatan UU, penggunaan istilah undang-undang pokok juga menghilang dari wacana legislasi Indonesia.
Walau secara yuridis pemberian nama undang-undang pokok tidak mempunyai makna khusus, namun menurut pakar hukum agraria Prof Budi Harsono, setidaknya pemberian nama UU Pokok mengandung informasi bahwa UUPA baru berisi konsepsi, asas-asas, serta ketentuan-ketentuan dalam garis besar saja, sedangkan penjabarannya akan diatur oleh peraturan perundangan lain, baik dalam bentuk UU maupun dalam bentuk peraturan perundangan yang lebih rendah tingkatannya.
Makin aneh kalau UU di bidang pertambangan dan kehutanan dianggap sebagai bagian dari UUPA. Sebab, kedua UU di bidang agraria tersebut juga menggunakan terminologi undang-undang pokok. Inilah salah satu penyebab masalah agraria yang kompleks karena sudah pabaliut sejak dari pengaturannya. ***

Bambang Sadono
Dosen Hukum Agraria
FH Universitas Semarang
 

source: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=301476

By Administrator with No comments

Rabu, 18 April 2012

KRKP: Hentikan Penggunaan Pestisida


JAKARTA, KOMPAS.com- Peningkatan produksi padi dilakukan pemerintah untuk mencapai cadangan pangan 10 juta ton pada tahun 2014. Untuk mencapai target ini pemerintah menggunakan strategi jangka pendek dengan penggunaan input eksternal tinggi.
Menurut Said Abdullah, officer advokasi dan jaringan, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Rabu (18/4/2012), di Bogor, penggunaan benih hibrida, pupuk kimia dan penerapan pestisida untuk mengendalikan hama penyakit dilakukan. Selain itu juga revitalisasi penyuluh dan irigasi.
Pilihan ini dinilai tidak akan sanggup menjamin peningkatan produksi dalam jangka panjang. Swasembada yang dicapai tahun 2009, hanya sesaat saja. Setahun setelahnya impor kembali dilakukan sebagai indikasi ketidakcukupan.
Laju produksi tidak seperti yang ditargetkan, hanya sekitar 3 persen per tahun. Pemerintah menjadikan perubahan iklim sebagai penyebab utama kegagalan. Dengan alasan ini pula pemerintah mengumumkan perubahan target 10 juta ton menjadi tahun 2014.
Said menyalahkan perubahan iklim tentu tidaklah bijak. Perubahan iklim merupakan fenomena alam yang terjadi diseluruh muka bumi. Tak bisa tidak, perubahan iklim harus dihadapi dengan cerdas dan strategi tepat.
"Kebijakan peningkatan produksi dengan penggunaan input luar yang tinggi terutama benih hibrida dan pestisida yang sebagian besar diimpor dari luar negeri, tentu memprihatinkan," katanya.
Cara ini hanya akan melahirkan ketergantungan, jauh dari keberlanjutan. Pembangunan pertanian semestinya lebih berorientasi jangka panjang dengan mengedepankan penggunaan sumberdaya lokal ramah lingkungan. "Dengan cara ini kedaulatan pangan akan dapat diwujudkan tanpa tergantung pada negara lain dan korporasi asing" ungkap Said.
Kebijakan P2BN tak hanya meningkatkan produksi tetapi juga melahirkan dampak negatif pada lingkungan. Ekosistem pertanian padi menjadi tidak seimbang. Daya dukung lingkungan kian melemah. Hal ini diindikasikan oleh terjadinya ledakan (outbreak) hama wereng dan penggerek batang pada tahun 2010-2011.

By Administrator with

Singkong Bisa Jadi Pengganti Beras, Mungkinkah?


fikiri adin/antara

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Singkong atau ubi kayu berpotensi sebagai pengganti beras. Hal ini penting dilakukan untuk peningkatan diversifikasi makanan.

"Singkong dapat menjadi pengganti beras yang sangat potensial untuk menunjang diversifikasi makanan,"ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Ahmad Suryana dalam acara dialog publik 'Mengangkat Gengsi Singkong untuk Memantapkan Ketahanan Pangan', Selasa (17/4).

Menurut dia, singkong atau ubi kayu merupakan sumber karbohidrat terpenting ketiga setelah beras dan jagung. Selain itu, juga dapat menjadi sumber pangan pokok lokal nasional dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

Terlebih, tingkat produktivitas singkong cenderung meningkat tiap tahun. Pada tahun 2011, produktivitas mencapai 19,5 ton per hektare dari 1,2 juta hektare luas panen yang menghasilkan sekitar 20,409 juta ton singkong basah.

"Produktivitas singkong meningkat dalam sepuluh tahun terakhir, meskipun luas panen menurun,"tambahnya.

Namun, demikian produksi singkong cenderung naik dengan rata-rata 4,3 persen per tahun. Singkong juga dalam perkembangan penelitian dan inovasi teknologi tinggi dapat diolah menjadi makanan bernilai jual tinggi. Seperti, Mocaf, tepung Cassava terfermentasi yang bisa menjadi alternatif pengganti tepung gandum yang selama ini masih diimpor.

"Singkong dapat digunakan untuk food, feed, dan fuel,"kata Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Suharyo Husen.

Suharyo juga menambahkan bahwa, kegunaan tanaman singkong sangat beraneka ragam, mulai dari umbi untuk food, feed, fuel dan biodegradable plastic, batangnya yang tua untuk bibit, batang muda dan daun untuk pakan ternak, bonggol setelah umbinya diambil dapat dijadikan pupuk organik dengan dicampur kotoran hewan (sapi atau ayam).

Untuk itu, peluang pengembangan aneka olahan singkong sangat terbuka luas bagi masyarakat, sehingga singkong tidak hanya menjadi makanan kelas dua dan hanya dikonsumsi oleh penduduk desa.

Peningkatan diversifikasi makanan terhadap singkong ini juga dilakukan untuk menurunkan impor beras dan tepung gandum. Sehingga, dapat meningkatkan ekspor pangan lokal berupa singkong.
Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Aghia Khumaesi

By Administrator with

Senin, 16 April 2012

Peneliti IPB Lahirkan Produk Pangan Mirip Beras

Metrotvnews.com, Bogor: Peneliti F-Technopark Institut Pertanian Bogor melahirkan produk pangan alternatif mirip beras. Produk tersebut diberi nama "beras analog".

"Produk mirip beras yang kita kembangkan dibuat dari tepung lokal selain beras dan terigu," kata Direktur F-Tecnopark Fakultas Teknologi Pertanian IPB Slamet Budijanto di Bogor, Jawa Barat, Ahad (15/4). 

Slamet menjelaskan, peneliti di perguruan tinggi dan badan penelitian ada yang menyebutnya "beras artifical", "beras tiruan" dan lainnya.

Produk pangan tersebut, lanjut Slamet, dirancang khusus untuk menghasilkan sifat fungsional dengan menggunakan bahan tepung lokal, seperti sorgum, sagu, umbi-umbian dan bisa ditambahkan "ingridient" pangan, seperti serat, antioksidan dan lainnya yang diinginkan.

Menurutnya, di China dan Filipina, diproduksi dari beras menir menjadi beras utuh untuk kebutuhan fortifikasi vitamin atau mineral tertentu.

"Di antaranya untuk fortifikasi zat besi," katanya menambahkan.

Mengenai teknologi pembuatannya, Technopark menggunakan teknologi ekstrusi menggunakan "tween screw extruder" dengan "dye" yang dirancang khusus dengan mengatur kondisi proses dan formulanya.

Secara umum, teknologi ekstrusi memungkinkan untuk melakukan serangkaian proses pengolahan seperti mencampur, menggiling, memasak, mendinginkan, mengeringkan dan mencetak dalam satu rangkaian proses.

Rincian tahapan proses dalam pembuatan beras analog itu melalui tujuh tahapan. Mengenai bahan baku, ia menjelaskan yang digunakan dari sumber karbohidrat adalah tepung umbi-umbian, seperti ubikayu, ubijalar, talas, garut ganyong dan umbi lainnya, tepung jagung, tepung sorgum, tepung hotong, sagu, dan sagu aren.

Untuk sumber protein berasal dari kedelai, kacang merah atau sumber lainnya.

Sedangkan "ingridient" lainnya berupa "stabilized rice bran" (sumber seratI, minyak merah (antioksidan), vitamin, mineral, serta "ingridient" lainnya.

Keunggulan dari produk tersebut adalah lebih awet, pada waktu menanak tidak perlu pencucian, dapat dimasak persis beras.

Dikemukakannya, bahwa keunggulan utama lainnya adalah produk pangan tersebut menggunakan bahan baku lokal 100 persen.

Sedangkan kelemahannya, dari beberapa kajian yang telah dilakukan dan studi referensi, biaya produksi produk pangan tersebut masih relatif mahal, sekitar Rp9.000 hingga Rp14.000 per kilogram, tergantung "ingridient" yang digunakan.

"Kelemahan lainnya, warnanya belum dapat menyerupai beras putih," katanya.(Ant/RIZ)

By Administrator with